Paulus mengatakan bahwa “Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan
kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih“. Tiga hal di atas adalah merupakan
theological virtue atau kebajikan ilahi, dimana kasih adalah yang terbesar dan mengarahkan
iman dan pengharapan. Kebajikan Ilahi ini telah kita terima pada saat kita dibaptis. Dan inilah
yang memampukan orang dan menandai jiwa seseorang yang telah dibaptis untuk dapat
berbuat sesuai dengan moralitas yang dituntut oleh Yesus, sehingga dapat menjadi anak-anak
Allah (KGK, 1813). Tiga hal ini bersifat supernatural, yang juga menjadi landasan untuk empat
kebajikan kardinal, yang terdiri dari: kebijaksanaan (prudence), keadilan (justice), keberanian
(fortitude), penguasaan diri (temperance) (KGK, 1805).
Mari kita melihat sekarang kebajikan Ilahi kasih. Pesan di Alkitab dapat disarikan sebagai
“mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama“. Dalam kebajikan Ilahi, kasih kita kepada sesama kita
bersumber kepada kasih kita kepada Tuhan. Dalam filosofi, kasih mempunyai dua bagian, yaitu:
1) menginginkan akan kebaikan itu sendiri (kasih Eros), dan 2) berharap akan kebaikan itu untuk
seseorang (kasih Agape). Jadi ada dua hal di sini, keinginan akan sesuatu yang baik, dan
keinginan akan menyenangkan seseorang. Nah, harapan adalah berfokus kepada sesuatu yang
baik. Sedangkan kebaikan Ilahi adalah kasih yang agape, yang memberikan diri untuk orang
yang bersangkutan, dalam hal ini Tuhan. Kasih Agape inilah yang membuat orang berfokus
kepada Tuhan, sebagai seseorang yang dikasihi melebihi apapun.
Kasih mengarahkan kita kepada Tuhan, sedangkan iman dan pengharapan mengarahkan
kepada kesempurnaan diri kita. Iman memberikan kita kesempunaan akal budi (iman adalah
kegiatan akal budi) dan pengharapan menyempurnakan keinginan kita (harapan adalah
kegiatan keinginan) akan kehidupan kekal di surga. Atau dengan kata lain, Kasih adalah tujuan
akhir, namun iman dan pengharapan merupakan cara. Sama seperti cara melayani tujuan akhir,
maka iman dan pengharapan melayani kasih.
Kasih mengarahkan iman dan pengharapan. Iman tanpa kasih kepada Tuhan akan berakhir
dengan iman yang mati (1 Kor 13:3), karena kasihlah yang menyebabkan seseorang dengan
penuh sukacita untuk mau belajar tentang Tuhan dengan lebih lagi setiap hari. Kasih juga yang
membuat kita dengan penuh kesediaan dan sukacita melayani sesama kita. Harapan tanpa
kasih kepada Tuhan adalah sia-sia (1 Kor 13:3). Kasih kita kepada Tuhanlah yang menyebabkan
kita terus berharap akan persatuan dengan Tuhan di tengah-tengah setiap penderitaan dan
kesulitan yang kita alami. Harapan yang mati hanya berharap demi kesenangan pribadi, namun
harapan yang dilandasi kasih membuat kita bersedia berkurban untuk orang yang kita kasihi,
demi kasih kita kepada Tuhan. Dan ini yang menyebabkan kita turut bersukacita dalam setiap
penderitaan dan kesulitan karena kita berpartisipasi dalam penderitaan Kristus.
Kasih adalah abadi, namun iman dan pengharapan akan lenyap. Kasih akan terus ada sampai
selama-lamanya, yang memuncak di dalam persatuan abadi dengan Allah di surga, dimana kita
dapat mengasihi Tuhan sebagaimana adanya Dia dan berpartisipasi secara penuh dalam
kehidupan Tritunggal Maha Kudus. Iman, yang merupakan dasar dari harapan yang tidak kita
lihat, akan lenyap di surga, karena di surga, kita melihat Tuhan muka dengan muka. Jadi iman,
tidak diperlukan lagi. Demikian juga dengan harapan, yang merindukan suatu yang baik, akan
lenyap di surga, karena di surga kita telah mencapai tujuan akhir, yaitu kebahagiaan kekal. Pada
saat kita mencapai sesuatu yang kita harapkan, yaitu kebahagiaan kekal, maka kita tidak
berharap lagi, namun beristirahat dan menikmatinya (1 Kor 13:8-12). (Dimas)
Sumber: www.katolisitas.org
Comments