Petrus. Sombongkah Dia? Merenungkan kisah Petrus yang terdapat dalam Markus 8:27-38 kita semua melihat spontanitas Petrus ketika ditanya oleh Yesus “menurut kamu siapakah Aku ini?” Petrus dengan spontan mengatakan Engkau adalah mesias. Yesus memuji perkataan Petrus. Akan tetapi, konsep Mesias dalam benak Petrus merupakan lambang kemuliaan dan nama baik. Ketika Petrus mengatakan Engkau adalah mesias seharusnya Petrus menjadi paham siapakah Yesus yang sebenarnya. Akan tetapi, mengapa di ayat selanjutnya Petrus seperti dihardik Yesus dengan keras. Yesus mengatakan bahwa “Enyahlah Iblis, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah melainkan apa yang dipikirkan manusia.”
Bagi Yesus, Iblis hanya membawa seseorang pada pengakuan, nama baik, harga diri, dan kesombongan. Oleh karena itu, Yesus mengingatkan Petrus dengan keras dan mengatakan Enyahlah Iblis! Lalu Yesus menegaskan bahwa mengikuti Dia bukan hanya mengikuti kemuliaan-Nya saja namun harus mengikuti salib-Nya. Mengikuti saat-saat sendiri, saat-saat kesepian, dan saat-saat nama baik serta harga diri ingin dipuji setinggi langit. Yesus meminta para murid-Nya untuk bersikap bukan hanya apa yang dipikirkan oleh manusia. Karena jalan pikiran manusia sebenarnya bukan terarah pada Allah tetapi pada keinginan-keinginan dari si manusia itu sendiri. Gambaran Petrus yang spontan dan hanya memikirkan apa yang dipikirkannya sendiri merupakan gambaran diri kita. Ketika apa yang kita pikirkan tidak berjalan dengan apa yang seharusnya aku dapatkan, pasti kita semua menjadi sedih dan galau.
Ternyata mengikuti Kristus harus berani sampai menerima semua penderitaan dan semua yang tidak enak dan Petrus berproses akan hal itu. Jangan mengikuti Kristus hanya di saat aku senang dan mendapat apa yang aku mau sehingga ketika semua itu sudah aku dapatkan aku lupa kepada Tuhan. Namun ketika aku bersedih, gagal, keinginan ku tidak semua terpenuhi, baru aku sadar dan lari mengadu kepada Tuhan. Perlu kerendahan hati dan perlu untuk turun.
Kesombongan menjadi hal yang kadang tidak kita sadari terjadi dalam hati kita masing-masing. Mari kita belajar bagaimana Yesus mendidik Petrus untuk sampai pada misteri Salib-Nya bahwa penderitaan dan beban kehidupan merupakan cara Tuhan menyapa kita supaya kita tidak sombong dengan diri kita sendiri dan tetap mengandalkan-Nya. Titik Nol adalah titik disaat kita berbalik dari kedirianku menuju penyerahan diri pada-Nya. Sehingga kita bisa berdoa seperti Bunda Teresa,”Ketika semuanya menjadi tidak menentu dan semua meninggalkan aku bahkan aku sendiri kehilangan diriku, hanya inilah yang tinggal padaku: Salib-Mu, tanda kehidupan yang selalu bertahan tegak berdiri penuh harapan.”
Fr. Robertus Guntur
Comments